gambar diambil dari bacaterus.com |
Assalamualaikum sahabat,
Selamat hari Senin, happy Monday. Jangan malas-malasan ya meski hari ini hari Senin.
Nah, pada hari ini saya ingin bercerita tentang pengalaman saya dalam membesarkan anak-anak yang ketiganya berjenis kelamin putri. Sebenarnya saya pingin juga punya anak cowok kayak ketiga saudara saya. Sayangnya, Allah belum mengabulkan doa saya. Tapi ya tidak apa-apalah mungkin ini yang terbaik buat saya dan suami. Suami juga tidak banyak menuntut saya untuk memiliki anak lelaki. Katanya anak cowok atau cewek sama sajalah yang penting sehat. Jadilah, suami saya paling ganteng serumah.
Lebih mudah mana ya membesarkan anak cowok atau cewek? Menurut saya sama-sama beratnya ya...tetapi kalau kita memiliki bekal yang cukup ketika berumah tangga seperti misalnya dari awal mencari jodoh. Cari jodoh yang soleh, kalau kita belum soleh ya kita solehkan diri kita dulu.
Masa mendidik anak yang paling sulit menurut saya adalah pada saat memasuki remaja. Di masa ini mereka menjadi lebih manut kepada kata-kata temannya ketimbang orang tuanya. Kalau pas masa mereka kecil sih masalah tetap ada, tetapi tidak terlalu besarlah. Mereka juga jadi pribadi yang lain jadi sering membangkang dan egois. Apalagi, dengan adanya handphone yang notabene menjadi pesaing bagi orang tua milenial saat ini. Kalau kita tidak banyak belajar ilmu parenting baik itu dari media sosial atau buku, bisa-bisa kalangkabut menghadapi mereka.
Dalam mendidik anak-anak, saya dan suami memiliki prinsip "mendidik anak itu ibarat seperti bermain layang-layang. Kalau kita menarik layang-layang terlalu kuat layang-layang bisa putus, tetapi kalau kita terlalu lemah juga tidak baik". Jadi, kita ambil yang tengah-tengah : tidak terlalu kuat tapi jangan terlalu lemah karena, setiap anak memiliki sifat berbeda-beda. Boleh jadi anak kita yang nomer satu berwatak keras, nomer dua berwatak lemah lembut dan berbagai macam sifat lainnya.
gambar diambil dari bolaku.com |
Alhamdulilah saya dan suami sudah menikah selama 16 tahun. Kitapun sudah mengalami asam garam berumah tangga meski mungkin belum expert banget ya. Dalam berumah tangga ada kalanya kita juga berselisih paham tetapi kita cepat sekali saling memaafkan. Kalau saya yang salah, saya juga lebih dulu yang minta maaf dan pula sebaliknya kalau suami salah dia juga cepat-cepat minta maaf. Kita berkomitmen tidak menimbun-nimbun masalah yang akhirnya bisa jadi bumerang dalam rumah tangga. Suami saya itu orangnya humoris dan suka banget bercanda meski pada awalnya terkesan pendiam tapi aslinya itu parah banget. Beliau juga sangat pekerja keras, pokoknya kalau saya nilai itu bintang 5 deh. Saya banyak belajar dari dia, tentang kerja keras. Kalau pekerjaan belum selesai dia belum mau istirahat.
Saya berasal dari keluarga yang tidak broken home sih tetapi hampir seminggu sekali ayah ibu saya selalu bertengkar dan itu sudah seperti agenda rutin. Hal itu membuat kesedihan yang mendalam di hati saya, sampai beberapa kali saya konsultasi ke BK. Saya seringkali merasa malu karena kalau mereka bertengkar itu pasti suaranya keras, dan didengar oleh tetangga. Sampai-sampai saya kuliah di luar kota itu karena tidak ingin mendengar pertengkaran ayah ibu saya. Dulu saya sempat sakit lho sebelum menikah selama seminggu, karena takut masuk dunia rumah tangga...takut ini takut itu...takut tidak bahagia. Awalnya, saya tidak bercerita kepada calon suami tentang hal ini, tetapi akhirnya saya bercerita juga tentang ketakutan saya. Suami saya akhirnya bilang dan berjanji akan membuat saya bahagia dan bismillah bersama-sama menghadapi hidup baik dalam suka maupun duka.
Dalam mendidik anak saya sedikit mengadaptasi dari parenting orang tua saya, parenting mertua saya dan juga dari berbagai macam buku yang saya koleksi seperti buku Positive Parenting dari Muhammad Fauzil Adzim. Buku ini recommended lo guys buat kamu-kamu ayah ibu muda karena menggabungkan antara ilmu parenting dari Barat dan Islam. Saya sudah membacanya berulang-ulang dan seringkali membuat saya haru biru. Intinya, dalam mendidik anak itu kita harus mengutamakan pendidikan agama kalau bisa basic pendidikan TK dan SD anak kita sekolahkan di sekolah Islam. Karena pada masa-masa itu otak anak itu ibarat spons yang mudah menyerap hal-hal baik atau buruk yang kita ajarkan, tentunya kita ingin hal yang baik ya. Saat Maghrib, matikan televisi dan biasakan anak-anak kita mengaji. Selain itu patuhlah kepada suami sebagai imam keluarga.
Semoga bermanfaat..saya tunggu komennya ya...