Dear temans,
Jumpa lagi dengan Mama Lala disini....
Maaf, sudah lama tidak posting tulisan karena keasyikan jalan-jalan dengan ponakan-ponakan tercinta saya dari Papua. Adik perempuan saya yang rumahnya di Papua, tiap kali ketemuan selalu ngajak jalan-jalan terus, mumpung di Jawa katanya. Sampe kaki pegel-pegel karena harus berjibaku dengan kemacetan tiap kali sampai di tempat wisata. Sekali-kali menyenangkan adik, karena juga jarang ketemu.
Gimana liburan Anda selama Idul Fitri?Pastinya juga menyenangkan bukan? My little sister and I (sok inggris ya) |
Di hari Raya Idul Fitri ini tak hanya kaum dewasa saja yang bergembira, anak-anakpun dibuat senang karena mendapat angpao dari tante-tante, om, eyang. Yang jumlahnya lumayan fantastis he..he...sampai-sampai si kakak berseloroh, enak ya mah kalau Idul Fitri dapat uang banyak. Rencananya anak-anak inginnya sebagian ditabung dan sebagian lagi untuk membeli buku-buku cerita kesukaan mereka. Saya sih terserah mereka saja.
Liburan Idul Fitri ini seperti biasa saya berkunjung ke desa Kakek Nenek saya di Boyolali. Letaknya masih masuk ke dalam dari Kota. Nama desanya lupa he..he..Kalau tidak salah Desa Kemusuk. Lumayan terpencil.
Saya suka sekali pergi ke desa, lantaran disana pemandangannya masih sejuk. Udaranya segar, masih banyak suara burung disana sini. Kakek Nenek saya seorang petani tulen, mereka dulunya juga memelihara beberapa ekor sapi dan ayam. Tetapi, karena sekarang keduanya sudah almarhum sapinya dipelihara oleh Bulik saya. Rumah Nenek saya sangat besar, berbentuk joglo dengan halaman yang sangat luas, mungkin muat untuk dibangun 4-5 rumah. Di depannya terdapat pohon sawo, pohon jengkol, pohon mangga, dan pohon kelapa.
Akses menuju rumah Nenek sekitar 10 km dari jalan raya, dengan jalanan yang tidak rata alias gronjal-gronjal. Separuh diaspal, separuh tidak. Ada kalanya terbersit rasa malas juga ingin pergi kesana kalau tidak karena ibu saya yang berpesan untuk selalu memelihara silaturahmi dengan saudara-saudaranya di desa.
Pembangunan desa Nenek saya sudah lumayan maju dibandingkan 10 tahun yang lalu ketika saya belum menikah. Waktu itu, jalan belum diaspal, dulu hanya sebagian kecil orang yang memiliki sepeda motor sebagai transportasi ojek. Sekarang, hampir semua orang di desa Nenek memiliki sepeda motor.
Rata-rata orang di desa Nenek saya adalah petani, menggarap sawah sendiri atau sawah orang lain. Anak-anak mereka juga rata-rata berpendidikan rendah. Pada awalnya mereka juga bertani seperti ayah ibunya. Namun, lambat laun karena menganggap bahwa bertani kurang menghasilkan dan kurang bisa mengubah taraf hidup mereka, banyak diantara mereka yang hijrah ke Jakarta atau menjadi TKW di luar negeri. Patut disayangkan memang.
Sekarang, hanya sebagian kecil orang desa yang benar-benar memelihara sawahnya. Rata-rata mereka memperkerjakan orang lain untuk menggarap sawahnya. Kemudian, hasilnya dibagi dua.
Jakarta tampaknya masih menjadi pesona bagi banyak orang untuk mengadu nasib hingga sekarang. Karenanya, hampir tiap tahun orang dari desa pergi ke kota Jakarta bersamaan dengan hari raya Idul Fitri. Mereka diiming-imingi dengan gaji yang tinggi. Meskipun, juga kita tidak pernah tahu apakah pekerjaan mereka sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Apalagi, bila mereka memiliki ketrampilan dan pendidikan yang rendah rasanya sulit untuk menaklukkan kota Jakarta.
Jakarta selalu menyisakan cerita macet di tiap harinya, tak hanya pada saat hari raya Idul Fitri saja. Menurut sudut pandang saya ada banyak alasan kenapa Jakarta macet beberapa diantaranya adalah :
- Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan
- Jumlah penduduk Jakarta yang padat
- Banyaknya pendatang ke Jakarta tiap tahunnya
- Tingginya pembelian mobil di Jakarta karena kemudahan kredit
- Semakin berkurangnya lahan karena pembangunan perumahan
Ingin Jakarta bebas macet?Jangan pergi ke Jakarta deh...lebih baik bangun desa Anda. Boleh pergi ke Jakarta asalkan Anda memiliki skill dan pendidikan yang mumpuni
Demikian menurut saya sih......Thanks for reading.
Salam hangat,
Ningrum
Mudik ke desa atau kota kecil memang lebih menenteramkan. Dulu kami sering ke Kudus, tilik mertua. Tapi setelah mertua berpulang, kami jadi jarang ke sana lagi. Sebenarnya kangen sama rumah kunonya yg luas, sayangnya skarang sudah dikontrakkan oleh saudara kami.
ReplyDeleteiya mbak mudik ke desa selalu bikin hati adem..pemandangan -pemandangan sawah, dan melihat para petani yang sederhana
DeleteMacetnya bikin kangen, kangen mencapai tensi tinggi mba wkwkwkwk...
ReplyDeletebtw selamat lebaran y mba ^^
iya mbak macetnya bikin jantungan he3..untung aku enggak mudik ke jakarta
DeleteSama persisi kayak postinganku beberapa waktu lalu, 'Kenapa ornag betah sekali ya tinggal di Jakarta' sumpah saya bingung...
ReplyDeletewaduh ya enggak tahu ya mbak..sama persis mungkin enggak ya..tapi isinya benar2 enggak sama he3...
Deleteaku ama suami aja punya cita2, kalo kita pensiun nanti pgnnya kluar dr jkt mbak :D.. cari kota kecil aja yg ga padat dan biaya hidup murah :D pusiiing di jkt ini.. krn kerjaan aja kita masih bertahan :D
ReplyDeleteiya mbak pindah aja ke Semarang mbak he3..sini biaya hidup masih murah..dan lagi tidak sepadat kota Jakarta.
Deleteaku juga gak betah tinggal di jakarta hanay nginep semalam saja sudha puisng lihat lalu lintas yg padat, gmn yang sehari2 di sana , mungkin sudah biasa ya
ReplyDeleteiya mungkin mbak Tira sudah terbiasa dengan kemacetan..soale mata pencahariannya sehari2 juga di jakarta
DeleteBagiku, mau tak mau, harus bertahan di Jakarta, mba. Bersyukur atas segala yang telah diberikan Allah. Kalau kesal macet dan penuhnya commuterline ya wajar. Tapi aku berusaha menikmati. HIhii
ReplyDeleteMakaish sharingnya mba
iya mbak setuju dengan opini embak..memang benar bersyukur dan adalah yang terbaik ya...
Deletebersyukur dan menikmati maksudnya..maaf belepotan
DeleteAku aja jenuh di Semarang, pengen tinggal di wilayah Salatiga atau Boyolali yang adem, hihiii
ReplyDeletekok sama sih Mbak wati?aku juga pengin pindah ke salatiga atau ungaran.di klipang sumuk banget.tp nanti klo kopdaran jauh mbak.btw minal aidzin wal faidzin y mbak
Deletesaya termasuk org yg ga tertarik nyari kerja di jkt :D
ReplyDeletehe3..kita kok punya pikiran yg sama ya mbak?kemaren suamiku juga dpt tawaran kerja di jakarta cuman kok males dg panasnya pindah2nya..pdhl gajinya tinggi banget..cuman g tahu kok lbh suka di Semarang..*jadi curcol nih*
DeleteSaya kalo bukan karena keperluan peennnnntttiiing, ngga terlalu niat ke Jakarta, Lebaran kemarin juga pada pengen main ke Jakarta, duh, saya mah nanti dululah, hahaha...
ReplyDeleteKalo ngga salah liat di berita, makin banyak aja nih pendatang baru ke Jakarta.
Btw, Selamat Idul Fitri ya mbak, mohon maaf lahir batin ^^
sama tuh mbak noniq ma aku, aku juga males k jakarta kalo enggak penting banget.aplg bawa krucil2 bawaannya sudah males duluan, jadi kalu ada keluarga hajatan di Jakarta seringnya titip.selamat idul fitri juga ya mbak, mohon maaf lahir dan bathin
DeleteWah saya ada rencana pindah jakarta ma suami biar mudiknya dekat ke jabar jadi cuma 1 yang jauh jatim, klo mudik ke garut dari mranggen rumah sini justru ke kota hehe, klo ke ponorogo baru mudik ke desa hihi
ReplyDeleteklo rumahnya di garut emang tepat mbak kalo pindah ke jakarta..nanti kita ga bisa kopdaran lagi dong :(
DeleteHome town q di Jakarta, mau gak mau harus menelan apapun tentang Jakarta, hehehe.
ReplyDeletehe3...iya mbak khalida..dinikmati dan disyukuri aja :)
DeleteAjak-ajak saya dong mbak Ningrum lain kali kalau mudik lagi, saya pengen juga nih sekali-kali jalan-jalan ke pedesaan krn selama ini di Semarang aja :(
ReplyDelete